Sejarah
pencak silat
Bela diri yang berkembang di Nusantara didasarkan pada
upaya pertahanan suku menghadapi musuh, seperti tari perang Nias.
Nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki cara pembelaan
diri yang ditujukan untuk melindungi dan mempertahankan kehidupannya atau
kelompoknya dari tantangan alam.[4] Mereka menciptakan bela diri dengan menirukan
gerakan binatang yang ada di alam sekitarnya, seperti gerakan kera,
harimau, ular, atau burung elang.[4] Asal mula ilmu bela diri di nusantara ini
kemungkinan juga berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam
berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak, misalnya
seperti dalam tradisi suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif tidak
tersentuh pengaruh luar.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat
ditentukan secara pasti. Kerajaan-kerajaan besar, seperti Sriwijaya dan Majapahit disebutkan memiliki
pendekar-pendekar besar yang menguasai ilmu bela diri dan dapat menghimpun
prajurit-prajurit yang kemahirannya dalam pembelaan diri dapat diandalkan.[4] Peneliti silat Donald F. Draeger berpendapat bahwa
bukti adanya seni bela diri bisa dilihat dari berbagai artefak senjata yang ditemukan
dari masa klasik (Hindu-Budha) serta pada pahatan relief-relief yang berisikan
sikap-sikap kuda-kuda silat di candi Prambanan dan Borobudur. Dalam bukunya, Draeger menuliskan bahwa senjata dan
seni beladiri silat adalah tak terpisahkan, bukan hanya dalam olah tubuh saja,
melainkan juga pada hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan
Indonesia. Sementara itu Sheikh Shamsuddin (2005)[5] berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu bela diri
dari Cina dan India dalam silat. Hal ini karena sejak awal
kebudayaan Melayu telah mendapat pengaruh dari kebudayaan yang dibawa oleh
pedagang maupun perantau dari India, Cina, dan mancanegara lainnya.
Pencak silat telah dikenal oleh sebagian
besar masyarakat rumpun Melayu dalam berbagai nama.[6] Di semenanjung Malaysia dan Singapura, silat lebih dikenal dengan nama
alirannya yaitu gayong dan cekak.[6] Di Thailand, pencak silat dikenal dengan nama bersilat, dan di Filipina selatan
dikenal dengan nama pasilat.[6] Dari namanya, dapat diketahui bahwa istilah
"silat" paling banyak menyebar luas, sehingga diduga bahwa bela diri
ini menyebar dari Sumatera ke berbagai kawasan di rantau Asia Tenggara.[6]
Tradisi silat diturunkan secara lisan dan
menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid, sehingga catatan
tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat dikisahkan
melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Legenda Minangkabau, silat (bahasa Minangkabau: silek) diciptakan oleh Datuk Suri Diraja
dari Pariangan, Tanah Datar di
kaki Gunung Marapi pada abad ke-11.[7] Kemudian silek
dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh Asia Tenggara. Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula
silat aliran Cimande, yang mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan
pertarungan antara harimau dan monyet. Setiap daerah umumnya memiliki tokoh
persilatan (pendekar) yang
dibanggakan, misalnya Prabu Siliwangi sebagai
tokoh pencak silat Sunda Pajajaran,[8] Hang Tuah panglima Malaka,[9] Gajah Mada mahapatih Majapahit[rujukan?]
dan Si Pitung dari Betawi.[rujukan?]
Perkembangan silat secara historis mulai
tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum penyebar agama Islam
pada abad ke-14 di nusantara. Kala itu pencak silat diajarkan
bersama-sama dengan pelajaran agama di surau atau pesantren. Silat menjadi
bagian dari latihan spiritual. [5] Dalam budaya beberapa suku bangsa di Indonesia,
pencak silat merupakan bagian tak terpisahkan dalam upacara adatnya. Misalnya
kesenian tari Randai yang tak lain adalah gerakan silek Minangkabau kerap ditampilkan dalam berbagai perhelatan
dan acara adat Minangkabau. Dalam prosesi pernikahan adat Betawi
terdapat tradisi "palang pintu", yaitu peragaan silat Betawi yang
dikemas dalam sebuah sandiwara kecil. Acara ini biasanya digelar sebelum akad
nikah, yaitu sebuah drama kecil yang menceritakan rombongan pengantin pria
dalam perjalanannya menuju rumah pengantin wanita dihadang oleh jawara
(pendekar) kampung setempat yang dikisahkan juga menaruh hati kepada pengantin
wanita. Maka terjadilah pertarungan silat di tengah jalan antara jawara-jawara
penghadang dengan pendekar-pendekar pengiring pengantin pria yang tentu saja
dimenangkan oleh para pengawal pengantin pria.
Silat lalu berkembang dari ilmu beladiri dan
seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi
penjajah asing.[9] Dalam sejarah perjuangan melawan penjajah Belanda, tercatat para pendekar yang mengangkat
senjata, seperti Panembahan Senopati, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Imam Bonjol, serta para pendekar wanita,
seperti Sabai Nan Aluih, Cut Nyak Dhien, dan Cut Nyak Meutia.[4]
Silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku
Melayu dalam pengertian yang luas,[10] yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta
berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di
berbagai daerah di Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau lain-lainnya yang juga mengembangkan
beladiri ini.
Menyadari pentingnya mengembangkan peranan
pencak silat maka dirasa perlu adanya organisasi pencak silat yang bersifat
nasional, yang dapat pula mengikat aliran-aliran pencak silat di seluruh
Indonesia. Pada tanggal 18 Mei 1948, terbentuklah Ikatan Pencak Silat Indonesia
(IPSI)[4] Kini IPSI tercatat sebagai organisasi silat nasional
tertua di dunia.
Pada 11 Maret 1980, Persatuan Pencak Silat
Antarbangsa (Persilat) didirikan atas prakarsa Eddie M. Nalapraya (Indonesia),
yang saat itu menjabat ketua IPSI.[6] Acara tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.[6] Keempat negara itu termasuk Indonesia, ditetapkan sebagai pendiri Persilat.[6]
Beberapa organisasi silat nasional antara
lain adalah Ikatan Pencak Silat
Indonesia (IPSI) di Indonesia, Persekutuan
Silat Kebangsaan Malaysia (PESAKA) di Malaysia, Persekutuan Silat Singapore (PERSIS) di Singapura, dan Persekutuan Silat Brunei Darussalam
(PERSIB) di Brunei. Telah tumbuh pula puluhan perguruan-perguruan silat di
Amerika Serikat dan Eropa. Silat kini telah secara resmi masuk sebagai cabang
olah raga dalam pertandingan internasional, khususnya dipertandingkan dalam SEA Games.
Istilah dalam Pencak Silat
Silat Betawi saat acara "Palang Pintu"
dalam tradisi pernikahan Betawi, tengah memperagakan teknik kuncian melucuti golok.
- Kuda-kuda: adalah posisi menapak kaki untuk memperkokoh posisi tubuh. Kuda-kuda yang kuat dan kokoh penting untuk mempertahankan posisi tubuh agar tidak mudah dijatuhkan. Kuda-kuda juga penting untuk menahan dorongan atau menjadi dasar titik tolak serangan (tendangan atau pukulan).
- Sikap dan Gerak: Pencak silat ialah sistem yang terdiri atas sikap (posisi) dan gerak-gerik (pergerakan). Ketika seorang pesilat bergerak ketika bertarung, sikap dan gerakannya berubah mengikuti perubahan posisi lawan secara berkelanjutan. Segera setelah menemukan kelemahan pertahanan lawan, maka pesilat akan mencoba mengalahkan lawan dengan suatu serangan yang cepat.
- Langkah: Ciri khas dari Silat adalah penggunaan langkah. Langkah ini penting di dalam permainan silat yang baik dan benar. Ada beberapa pola langkah yang dikenali, contohnya langkah tiga dan langkah empat.
- Kembangan: adalah gerakan tangan dan sikap tubuh yang dilakukan sambil memperhatikan, mewaspadai gerak-gerik musuh, sekaligus mengintai celah pertahanan musuh. Kembangan utama biasanya dilakukan pada awal laga dan dapat bersifat mengantisipasi serangan atau mengelabui musuh. Seringkali gerakan kembangan silat menyerupai tarian atau dalam maenpo Sunda menyerupai ngibing (berjoget). Kembangan adalah salah satu bagian penilaian utama dalam seni pencak silat yang mengutamakan keindahan gerakan.
- Buah: Pencak Silat memiliki macam yang banyak dari teknik bertahan dan menyerang. Secara tradisional istilah teknik ini dapat disamakan dengan buah. Pesilat biasa menggunakan tangan, siku, lengan, kaki, lutut dan telapak kaki dalam serangan. Teknik umum termasuk tendangan, pukulan, sandungan, sapuan, mengunci, melempar, menahan, mematahkan tulang sendi, dan lain-lain.
- Jurus: pesilat berlatih dengan jurus-jurus. Jurus ialah rangkaian gerakan dasar untuk tubuh bagian atas dan bawah, yang digunakan sebagai panduan untuk menguasai penggunaan teknik-teknik lanjutan pencak silat (buah), saat dilakukan untuk berlatih secara tunggal atau berpasangan. Penggunaan langkah, atau gerakan kecil tubuh, mengajarkan penggunaan pengaturan kaki. Saat digabungkan, itulah Dasar Pasan, atau aliran seluruh tubuh.
- Sapuan dan Guntingan: adalah salah satu jenis buah (teknik) menjatuhkan musuh dengan menyerang kuda-kuda musuh, yakni menendang dengan menyapu atau menjepit (menggunting) kaki musuh, sehingga musuh kehilangan keseimbangan dan jatuh.
- Kuncian: adalah teknik untuk melumpuhkan lawan agar tidak berdaya, tidak dapat bergerak, atau untuk melucuti senjata musuh. Kuncian melibatkan gerakan menghindar, tipuan, dan gerakan cepat yang biasanya mengincar pergelangan tangan, lengan, leher, dagu, atau bahu musuh.
Aspek dan bentuk
Kesenian Randai dari Sumatera Barat memakai silek
(silat) sebagai unsur tariannya.
Terdapat 4 aspek utama dalam pencak silat,
yaitu:
- Aspek Mental Spiritual: Pencak silat membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang. Para pendekar dan maha guru pencak silat zaman dahulu seringkali harus melewati tahapan semadi, tapa, atau aspek kebatinan lain untuk mencapai tingkat tertinggi keilmuannya.
- Aspek Seni Budaya: Budaya dan permainan "seni" pencak silat ialah salah satu aspek yang sangat penting. Istilah Pencak pada umumnya menggambarkan bentuk seni tarian pencak silat, dengan musik dan busana tradisional.
- Aspek Bela Diri: Kepercayaan dan ketekunan diri ialah sangat penting dalam menguasai ilmu bela diri dalam pencak silat. Istilah silat, cenderung menekankan pada aspek kemampuan teknis bela diri pencak silat.
- Aspek Olah Raga: Ini berarti bahwa aspek fisik dalam pencak silat ialah penting. Pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh. Kompetisi ialah bagian aspek ini. Aspek olah raga meliputi pertandingan dan demonstrasi bentuk-bentuk jurus, baik untuk tunggal, ganda atau regu.
Bentuk pencak silat dan padepokannya (tempat
berlatihnya) berbeda satu sama lain, sesuai dengan aspek-aspek yang ditekankan.
Banyak aliran yang menemukan asalnya dari pengamatan atas perkelahian binatang
liar. Silat-silat harimau dan monyet ialah contoh dari aliran-aliran
tersebut. Adapula yang berpendapat bahwa aspek bela diri dan olah raga, baik
fisik maupun pernapasan, adalah awal dari pengembangan silat. Aspek olah raga dan aspek bela diri inilah yang telah membuat pencak
silat menjadi terkenal di Eropa.
Bagaimanapun, banyak yang berpendapat bahwa
pokok-pokok dari pencak silat terhilangkan, atau dipermudah, saat pencak silat
bergabung pada dunia olah raga. Oleh karena itu, sebagian praktisi silat tetap
memfokuskan pada bentuk tradisional atau spiritual dari pencak silat, dan tidak
mengikuti keanggotaan dan peraturan yang ditempuh oleh Persilat, sebagai organisasi pengatur pencak silat sedunia.
Karate
Karate (空 手 道) adalah seni bela diri
yang berasal dari Jepang.
Seni bela diri karate dibawa masuk ke Jepang lewat Okinawa.
Seni bela diri ini pertama kali disebut "Tote” yang berarti seperti
“Tangan China”. Waktu karate masuk ke Jepang, nasionalisme Jepang pada saat itu
sedang tinggi-tingginya, sehingga Sensei Gichin Funakoshi mengubah kanji
Okinawa (Tote: Tangan China) dalam kanji Jepang menjadi ‘karate’ (Tangan
Kosong) agar lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang. Karate terdiri dari
atas dua kanji. Yang pertama adalah ‘Kara’ 空 dan berarti
‘kosong’. Dan yang kedua, ‘te’ 手, berarti
‘tangan'. Yang dua kanji bersama artinya “tangan kosong” 空手
Teknik Karate
Teknik
Karate terbagi menjadi tiga bagian utama : Kihon (teknik dasar), Kata(jurus)
dan Kumite (pertarungan). Murid
tingkat lanjut juga diajarkan untuk menggunakan senjata
seperti tongkat (bo) dan ruyung (nunchaku).
Kihon
Kihon (基本:きほん, Kihon?) secara harfiah berarti dasar atau fondasi. Praktisi
Karate harus menguasai Kihon dengan baik sebelum mempelajari Kata dan Kumite.
Pelatihan
Kihon dimulai dari mempelajari
pukulan dan tendangan (sabuk putih) dan bantingan (sabuk coklat). Pada
tahap dan atau Sabuk Hitam,
siswa dianggap sudah menguasai seluruh kihon
dengan baik.
Kata
Kata (型:かた) secara harfiah berarti bentuk atau
pola. Kata dalam karate tidak
hanya merupakan latihan fisik atau aerobik
biasa. Tapi juga mengandung pelajaran tentang prinsip bertarung.
Gerakan-gerakan Kata juga banyak mengandung falsafah-falsafah hidup. Setiap Kata memiliki ritme gerakan dan
pernapasan yang berbeda.
Dalam
Kata ada yang dinamakan Bunkai. Bunkai adalah aplikasi yang dapat digunakan dari gerakan-gerakan
dasar Kata.
Setiap
aliran memiliki perbedaan gerak dan nama yang berbeda untuk tiap Kata. Sebagai contoh : Kata Tekki di aliran Shotokan dikenal dengan nama Naihanchi di aliran Shito Ryu. Sebagai akibatnya Bunkai (aplikasi kata) tiap aliran
juga berbeda.
Kumite
Kumite (組手:くみて) secara harfiah berarti
"pertemuan tangan". Kumite
dilakukan oleh murid-murid tingkat lanjut (sabuk biru atau lebih). Tetapi
sekarang, ada dojo yang
mengajarkan kumite pada murid
tingkat pemula (sabuk kuning). Sebelum melakukan kumite bebas (jiyu
Kumite) praktisi mempelajari kumite
yang diatur (go hon kumite)
atau (yakusoku kumite). Untuk
kumite aliran olahraga, lebih dikenal dengan Kumite Shiai atau Kumite
Pertandingan.
Untuk
aliran Shotokan di Jepang, kumite hanya dilakukan oleh siswa
yang sudah mencapai tingkat dan
(sabuk hitam). Praktisi diharuskan untuk dapat menjaga pukulannya supaya tidak
mencederai kawan bertanding.
Untuk
aliran "kontak langsung" seperti Kyokushin,
praktisi Karate sudah dibiasakan untuk melakukan kumite sejak sabuk biru strip. Praktisi Kyokushin diperkenankan untuk melancarkan tendangan dan pukulan
sekuat tenaganya ke arah lawan bertanding.
Untuk
aliran kombinasi seperti Wado-ryu,
yang tekniknya terdiri atas kombinasi Karate dan Jujutsu,
maka Kumite dibagi menjadi dua
macam, yaitu Kumite untuk
persiapan Shiai, yang dilatih
hanya teknik-teknik yang diperbolehkan dalam pertandingan, dan Goshinjutsu Kumite atau Kumite untuk
beladiri, semua teknik dipergunakan, termasuk jurus-jurus Jujutsu seperti
bantingan, kuncian, dan menyerang titik vital.
Pertandingan
Karate
Pertandingan
karate dibagi atas dua jenis yaitu :
- Kumite (perkelahian) putera dan puteri
- Kata (jurus) putera dan puteri
Kumite
Kumite dibagi atas kumite perorangan dengan
pembagian kelas berdasarkan berat badan dan kumite beregu tanpa pembagian kelas
berat badan (khusus untuk putera). Sistem pertandingan yang dipakai adalah reperchance (WUKO) atau babak
kesempatan kembali kepada atlet yang pernah dikalahkan oleh sang juara.
Pertandingan dilakukan dalam satu babak (2-3 menit bersih) dan 1 babak
perpanjangan kalau terjadi seri, kecuali dalam pertandingan beregu tidak ada
waktu perpanjangan. Dan jika masih pada babak perpanjangan masih mengalami
nilai seri, maka akan diadakan pemilihan karateka yang paling ofensif dan
agresif sebagai pemenang.
Kata
Pada
pertandingan kata yang diperagakan adalah keindahan gerak dari jurus, baik
untuk putera maupun puteri. Sesuai dengan Kata pilihan atau Kata
wajib dalam peraturan pertandingan.
Para
peserta harus memperagakan Kata
wajib. Bila lulus, peserta akan mengikuti babak selanjutnya dan dapat
memperagakan Kata pilihan.
Pertandingan
dibagi menjadi dua jenis: Kata
perorangan dan Kata beregu. Kata beregu dilakukan oleh 3 orang.
Setelah melakukan peragaan Kata
, para peserta diharuskan memperagakan aplikasi dari Kata (bunkai). Kata beregu dinilai lebih prestisius
karena lebih indah dan lebih susah untuk dilatih.
Menurut
standar JKF dan WKF, yang diakui sebagai Kata
Wajib adalah hanya 8 Kata yang
berasal dari perguruan 4 Besar JKF, yaitu Shotokan, Wado-ryu, Goju-ryu and
Shito-ryu, dengan perincian sebagai berikut:
- Shotokan : Kankudai dan Jion.
- Wado-ryu : Seishan dan Chinto.
- Goju-ryu : Saifa dan Seipai.
- Shito-ryu: Seienchin dan Bassaidai.
Karateka
dari aliran selain 4 besar tidak dilarang untuk ikut pertandingan Kata JKF dan
WKF, hanya saja mereka harus memainkan Kata
sebagaimana dimainkan oleh perguruan 4 besar di atas.
Luas lapangan
- Lantai seluas 8 x 8 meter, beralas papan atau matras di atas panggung dengan ketinggian 1 meter dan ditambah daerah pengaman berukuran 2 meter pada tiap sisi.
- Arena pertandingan harus rata dan terhindar dari kemungkinan menimbulkan bahaya.
Pada
Kumite Shiai yang biasa digunakan oleh FORKI yang mengacu peraturan dari WKF,
idealnya adalah menggunakan matras dengan lebar 10 x 10 meter. Matras tersebut
dibagi kedalam tiga warna yaitu putih, merah dan biru. Matras yang paling luar
adalah batas jogai dimana
karate-ka yang sedang bertanding tidak boleh menyentuh batas tersebut atau akan
dikenakan pelanggaran. Batas yang kedua lebih dalam dari batas jogai adalah batas
peringatan, sehingga karate-ka yang sedang bertanding dapat memprediksi ruang
arena dia bertanding. Sisa ruang lingkup matras yang paling dalam dan paling
banyak dengan warna putih adalah arena bertanding efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar